Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) yang dikenal sebagai queen of tropical fruits karena citarasa dan penampilannya yang istimewa, baru-baru ini diketahui mempunyai fungsi sebagai obat. Tanaman manggis dilaporkan mengandung senyawa bahan alam yaitu xanthone yang mempunyai peluang besar untuk dikembangkan sebagai bahan baku pembuatan obat (lead compound). Efek farmakologi xanthone telah banyak dilaporkan yaitu berpotensi sebagai antioksidan, antiinflamasi, antibakteri, antivirus, dan antikanker. Penelitian mengenai produksi xanthone sebagai bahan baku obat sangat penting dan mendesak untuk dilakukan agar Indonesia sebagai center of origin manggis dan penghasil manggis terbesar di dunia tidak ketinggalan dalam memanfaatkannya. Karena buah manggis yang layak ekspor sangat rendah (20-30%), maka pemanfaatannya untuk bahan baku obat akan meningkatkan nilai ekonomi dad manggis; bahkan nilai ekonomi dari manggis sebagai fitofarmaka mungkin akan lebih besar daripada sebagai buah segar. Dalam proposal tahun I diusulkan penelitian tentang kadar dan profil xanthone terkait dengan varietas, akumulai xanthone selama perkembangan buah manggis dipohon dan setelah dipanen, pengaruh lingkungan yaitu tipe tanah, serta teknik budidaya, yaitu pemupukan nitrogen terhadap produksi xanthone. Faktor lingkungan dan budidaya lainnya akan dilanjutkan pada tahun II dan III. Penelitian variasi produksi xanthone terkait dengan varietas manggis dilakukan di sentra yang mengembangkan varietas manggis yang telah dilepas yaitu var. Wanayasa, var. Kaligesing, dan var. Pupahiang. Sedangkan sentra yang mewakili tipe tanah yang berbeda yaitu Podzolik (Leuwliang, Bogor dan Watulimo, Trenggalek); Latosol merah coklat (Wanayasa, Purwakarta); latosol coklat (Puspahiang, Tasikmalaya). Akumulasi xanthone selama fase perkembangan buah di pohon dan setelah buah dipanen dilakukan untuk mendapatkan fase perkembangan buah dengan kadar tertinggi dan kemungkinan memanfaatkan buah rontok serta buah tidak layak jual. Peranan pupuk nitrogen dan dosisnya akan diketahui dari percobaan pemupukan nitrogen. Hasil Penelitian tahun I yaitu Varietas Kaligesing menghasilkan biomassa kulit tertinggi, berbeda secara significant dengan varietas Puspahiang dan Wanayasa. Kadar xanthone tidak berbeda secara significant antar varietas, tetapi varietas Kaligesing tertinggi. Karakteristik buah varietas Kaligesing : kulit tebal, bobot kulit lebih tinggi, kurang mulus (serangan burik dan getah lebih tertinggi). Dengan demikian potensi produksi xanthone terbaik adalah varietas Kaligesing. Biomassa kulit terbesar berasal dari sentra Purworejo,Trenggalek, dan Bogor. Kadar xanthone berkorelasi positif dengan tingkat kejadian serangan burik. Dengan demikian potensi produksi xanthone kulit manggis dari Bogor, Purworejo dan Trenggalek lebih baik dibandingkan sentra lainnya. Kadar xanthone berkorelasi positif dengan tingkat kejadian serangan burik. Akumulasi xanthone kulit manggis telah dimulai pada umur 1 BSA : 1.97 g per 100 g kulit manggis kering. Akumulasi xanthone tertinggi pada umur 4 BSA : 4.78 g /100 g kulit manggis kering. Tidak terdapat perubahan yang signifikan terhadap kadar xanthone setelah buah dipanen hingga 4 minggu setelah panen. Kadar xanthone tertinggi pada penyimpanan 2 MSP : 2.62 g per 100 g kulit manggis kering. Peningkatan dosis pupuk N dari 0 g menjadi 600 g dan 1200 g tidak mempengaruhi kadar xanthon dalam kulit manggis. Pemupukan N tidak mempengaruhi morfologi buah. Peningkatan dosis pupuk N dari 0 g menjadi 600 g dan 1200 g tidak mempengaruhi Kadar xanthon dalam kulit manggis. Pemupukan N tidak mempengaruhi morfologi buah kecuali serangan burik. Pemupukan N meningkatkan kadar N daun dan kadar N pada Kulit manggis. Dalam pengembangan budidaya kulit manggis sebagai bahan industri fitofarmaka, dapat menggunakan varietas manggis yang telah dilepas yaitu Kaligesing, Puspahiang dan Wanayasa karena kadar xanthone tidak berbeda nyata secara statistik. Namun Karena adanya keragaman karakteristik buah maka potensi produksi per satuan luas terbesar adalah varietas Kaligesing. Potensi produksi xanthone kulit manggis dari Bogor, Purworejo dan Trenggalek lebih baik dibandingkan sentra lainnya di P. Jawa. Produksi xanthone dapat mengambil buah matang panen, buah rontok selama perkembangan buah, buah burik dan buah tidak terjual. Pemupukan Nitrogen tidak mempengaruhi kadar xanthone. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui faktor-faktor lingkunga lainnya yang mempengaruhi akumulasi kadar xanthone kulit manggis, diantaranya hara makro dan mikro lainnya, peran cahaya, fruit load. Selain itu, Diperlukan validasi respon hara selama minimal 2 musim buah (terkait dengan pola pembuahan manggis dan umur ekonomisnya) agar dapat menentukan standar hara untuk produksi xanthone terstandar.
http://web.ipb.ac.id/~lppm/ID/index.php?view=penelitian/hasilcari&status=buka&id_haslit=KKP/030.07/POE/o
Tidak ada komentar:
Posting Komentar